Tujuan dari sistem ini adalah memanfaatkan panas alami yang dihasilkan oleh bumi untuk menghasilkan sumber listrik. Panas yang berasal dari dalam bumi dihasilkan dari reaksi keseluruhan unsur-unsur radioaktif seperti uranium dan potassium. Reaksi nuklir yang sama saat ini masih terjadi di matahari dan bintang-bintang yang tersebar di jagad raya. Reaksi ini menghasilkan panas hingga jutaan derajat celcius. Permukaan bumi pada awal terbentuknya juga memiliki panas yang dahsyat. Namun setelah melewati masa milyaran tahun, temperatur bumi terus menurun dan saat ini sisa-sisa reaksi nuklir tersebut hanya terdapat dibagian inti bumi saja. Pada kedalaman 10.000 meter atau 33.000 kaki, energi panas yang dihasilkan bisa mencapai 50.000 kali dari jumlah energi seluruh cadangan minyak bumi dan gas alam yang masih tersimpan di dunia. Inilah yang menjadi sumber energi panas bumi. Keberhasilan di proyek EGS seperti di Cooper Basin di Australia, di mana mereka mencapai tiga setengah kapasitas aliran setelah pengeboran ke 250 ° C hingga empat kilometer di bawah tanah. EGS adalah beban dasar sumber daya, yang mampu untuk menghasilkan tenaga listrik 24 jam sehari. Mengandalkan Sistem panas bumi ini juga sangat ekonomis untuk mendirikan sebuah pengoperasian EGS daripada mendirikan pabrik pembakaran batubara listrik baru.
2. Nanosolar (Energi listrik tenaga surya)
Energi listrik tenaga surya selalu menjadi salah satu sumber energi terbaik, karena dalam pengoperasiannya tidak melepaskan gas gas berbahaya ke udara. Namun biaya produksi dan operasionalnya secara historis cukup tinggi, tetapi lebih intensif dalam menghasilkan energi listrik. Nanosolar berhasil mengurangi biaya produksi dari $ 3 per watt sampai 30 sen per watt selama pembuatan sel PowerSheet mereka. Panel surya ini dapat memaksimalkan transfer sinar matahari menjadi listrik. Dan harus ditempatkan dimana langsung kontak dengan cahaya matahari tanpa terhalangi oleh benda atau obyek. Perusahaan Nanosolar ini secara ambisius akan memproduksi massal energi surya dengan biaya yang efisien di pabrik mereka di San Jose. yang diharapkan akan menghasilkan tenaga sebanyak 430 megawatt per tahun, atau empat kali produksi gabungan dari semua perusahaan yang ada, yang berbasis tenaga surya.
3. Mencegah dan Mengendalikan Emisi CO2 (Carbon Capture & Storage / CCS)
Berbagai cara ditempuh untuk mencegah dan mengendalikan emisi CO2. Mencegah emisi CO2 jelas lebih murah tetapi lebih sulit. Bagaimana mungkin menghentikan pengeboran migas (bahan bakar fosil), menghentikan industri baja, semen, LNG serta menghentikan transportasi. Karena itu sejak tahun 1980-an negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Norwegia berjibaku mencari jalan mengendalikan emisi CO2 agar tidak dilepas ke atmosfer. Cara untuk menangani Emisi CO2 adalah dengan cara memanfaatkan teknologi dengan memisahkan Emisi CO2 dan kemudian menguburnya jauh di bawah tanah.
Jepang merupakan salah satu negara terbaru yang menerapkan teknologi CCS. Pada tahun 2009 dialokasikan 3,3 miliar yen ( 35 juta dollar AS) untuk proyek tersebut dan pada Maret 2010 mulai menyimpan CO2 100,000 ton per tahun. Sebuah organisasi penelitian pemanasan global Jepang, Research Institute of Innovative Technology for the Earth memperkirakan 150 miliar ton CO2 dapat disimpan bawah tanah di Jepang dan di sekitar wilayah pesisir dalam laut. Bagaimana penerapan teknologi carbon capture storage (CCS) di Indonesia? Agaknya masih jauh, karena belum ada negara berkembang yang mengembangkan risetnya. Apalagi mengaplikasikannya. Hal tersebut disebabkan biayanya yang mahal dan jauh dari komersial.
4. Tenaga Nuklir
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik. Satu gram U-235 setara dengan 2650 batu bara, membuat sumber tenaga ini memberikan efisiensinya yang sangat tinggi. Semakin efisiensi sebuah proses, semakin banyak keuntungan (baik finansial maupun teknologi) yang didapat. Banyak Negara – Negara di dunia menggunakan PLTN.
Selain dari efisiensinya Tenaga nuklir lebih ramah lingkungan. Batu bara, minyak bumi, dan gas alam dapat berperan sebagai bahan bakar untuk mendidihkan air, tapi semuanya adalah penghasil polusi udara. Nuklir tidak memberikan polusi udara, kecuali limbah radioaktif yang dapat dikelola dengan teknik tersendiri. Teknologi PLTN juga jauh lebih canggih daripada pembangkit listrik lainnya. Prinsip dalam teknik adalah semakin canggih, semakin aman.
5. Jaringan Cerdas (Smart Grids)
Smart grid merupakan sistem ketenagalistrikan generasi baru yang dicirikan oleh meningkatnya penggunaan komunikasi dan teknologi informasi dalam pembangkitan, distribusi dan konsumsi energi listrik. Ini merupakan sumber energi kelistrikan dengan konsep terintegrasi dan mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Beberapa sumber energi potensial yang dapat digunakan dalam pengembangan konsep ini adalah panas matahari dan panas bumi.
Menurut laporan Badan Energi Internasional , antara tahun 2003 hingga tahun 2030 dari seluruh dunia akan menghabiskan dana lebih dari 16 triliun dollar untuk mengembangkan dan menginstalsmart grid. Tujuan utama smart grid adalah untuk mengatasi masalah umum sistem jaringan listrik saat ini. Smart grid akan membuat pendistribusian dan penggunaan energi yang lebih efisien dan hemat biaya.
Sedangkan di Indonesia Smart Grid sedang dikembangkan. Untuk menyuplai kebutuhan listrik dalam negeri memiliki tingkat kerumitan tersendiri. Pasalnya letak geografis dengan jumlah pulau yang mencapai 13.487 baru 67% yang sudah mendapatkan saluran listrik. Banyak negara maju yang sudah menerapkan smart grid menuju masyarakat smart electrification. Seperti di Australia, Korea Selatan dan Norwegia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar